Friday, September 22, 2017

Vespa Gembel, Alternatif Jati Diri di Tengah Kemapanan




Tiga hari sebelum acara Jambore Nasional Jawa Rongsok Extreme digelar di Bantargebang, Bekasi, banyak kerabat Deni Darmawan (40) yang berkumpul di rumahnya.

Mereka datang dari Magelang, Bandung, dan Sidoarjo. Rencananya ada lima vespa yang berangkat bersama dari Cisayong, Tasikmalaya. Jawa Rongsok Extreme merupakan acara pertemuan pemilik Vespa dari berbagai jenis modifikasi. Namun, sebagian besar merupakan vespa gembel.

Deni, atau kerap disapa Aki, sengaja memilih waktu keberangkatan pada tengah malam. Hal itu lantaran dua dari lima vespa yang berangkat dari rumahnya merupakan vespa sampah atau gembel. Ukurannya besar dan jalannya lambat. Mereka menghindari keramaian.

"Kalau perjalanan kayak gini harus malam. Kalau siang, tidak enak, banyak mobil," tutur Aki Tasikmalaya, awal Agustus 2017 lalu.

Laki-laki gondrong itu menambahkan, perjalanan pada malam hari juga merupakan salah satu upaya menghindari polisi. Sebagian besar vespa sampah tidak memiliki STNK atau BPKB. Kalau pun ada biasanya pajak mati atau kondisi kendaraan sudah tidak sesuai dengan yang tertera di surat.

Secara fisik,  vespa sampah mereka jauh dari kategori "normal".  Puluhan botol plastik bekas menggantung di motor Aki. Selain itu, ia juga melapisi kuda besinya dengan kain-kain kotor. Sedangkan di bagian depan, bapak tiga orang anak itu menghiasi vespanya dengan tengkorak kerbau.

Meski demikian, Aki mengaku tetap percaya diri dengan skuter yang dikendarainya. Mogok, kecelakaan, ditilang polisi, sudah menjadi risiko. Ia tidak melihat itu sebagai alasan untuk beralih.

“Vespa ini sebagian dari jiwa saya, bangga banget punya ini. Pakai yang lain malah saya kurang percaya diri," tutur Kang Aki sembari tersenyum.

Kecintaan Aki pada skuter pabrikan Italia itu sudah mengalir di darahnya sejak kecil. Kala itu ia diperkenalkan vespa oleh orang tua. Mulanya laki-laki berbadan tambun itu tidak tertarik sama sekali. Namun setelah banyak temannya menggunakan vespa, Aki berubah pikiran.

Aki semakin susah move on dari vespa ketika mengenal vespa sampah. Aki merasa senang lantaran solidaritas yang erat di antara pengguna vespa. Bahkan, menurut Aki, tak ada solidaritas yang lebih kuat dari kelompok vespa sampah dibanding kelompok motor lain.

Kisahnya dimulai sejak perjalanan menuju acara Java Scooters Rendezvous 4 di Malang. Selama perjalanan, Aki memungut sampah-sampah di jalan yang dianggap menarik. Ia lantas menggantungkan sampah itu di vespanya. Hingga tak terasa, sampai lokasi acara, vespanya sudah berubah menjadi tumpukan sampah.

“Vespa sampah itu terbentuknya ya di jalan, memungut sampah dari jalan. Jadi tidak mengeluarkan uang untuk membuat vespa sampah,” tutur Aki.

Kuatnya solidaritas yang diceritakan Aki itu pun tergambar saat perjalanan menuju acara Jawa Rongsok Extreme. Saat itu vespa yang ditungganginya mogok. Kejadiannya pukul 03.00 di Wado, Sumedang, Jawa Barat. 

Laju motor Aki terhenti lantaran kampas koplingnya habis. Sementara di jam-jam itu tidak ada bengkel yang buka. Aki harus menunggu siang untuk memperbaiki motornya.

Saat itu rombongan vespa lain tidak lantas meninggalkan Aki sendiri. Mereka memutuskan untuk juga bertahan di tempat itu, membunuh waktu menjelang pagi dengan canda-tawa. Baru saat matahari menyingsing, teman-teman Aki mulai berpencar, mencari suku cadang yang dibutuhkan.

Siang harinya mereka melanjutkan perjalanan ke Barat. Rute yang dilalui di antaranya, Subang, Purwakarta, Karawang, kemudian Bekasi. Mereka mempunyai dua hari untuk datang ke acara tepat waktu.

0 comments:

Post a Comment